Terdakwa kasus pencabulan Soni Sandra sedang berkonsultasi dengan kuasa hukumnya usai mendengar putusan Pengadilan Negeri Kota Kediri, 19 Mei 2016. HARI TRI WARSONO
TEMPO.CO, Kediri - Aktivis Lembaga Perlindungan Anak Kota Kediri, Ulul Hadi, mengatakan penerapan hukuman kebiri masih menjadi pro-kontra di kalangan ahli dan kriminolog. Sebab, kata dia, kebiri tidak menjamin pelaku kejahatan seksual kapok. "Kekerasan seksual tidak mesti melalui penis, tetapi bisa dengan jari," kata Hadi, Kamis, 26 Mei 2016.
Jika kebiri diberlakukan hanya mengenai obyek alat kelamin, maka tindakan pencabulan lainnya dipastikan lolos. Selain itu kebiri juga dikhawatirkan menimbulkan dendam bagi pelaku dan mendorong tindakan balasan kekerasan seksual yang lebih sadistis. "Soal ini kami waswas," tuturnya.
Ulul Hadi lebih setuju pemerintah dan DPR merevisi sanksi pidana kepada pelaku kejahatan yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara bisa dinaikkan menjadi seumur hidup atau hukuman mati sekalipun untuk menimbulkan efek jera.
Pengasuh Pondok Pesantren Al Mahrusyiah Lirboyo Kediri, Ahmad Reza Zahid, berpendapat negara boleh melakukan upaya apa saja untuk menyelamatkan anak-anak dari kejahatan seksual, selama tidak bertentangan dengan hukum syariat. "Pidana kebiri tidak pernah ada dalam syariat Islam," ucapnya.
Menurut Reza, kebiri yang dimaknai dengan memotong, mengikat, atau memberi cairan kimia yang mempengaruhi saluran reproduksi manusia bisa berdampak pada hilangnya hak seseorang untuk mendapat keturunan.
Padahal hak mendapat keturunan ini diberikan Tuhan kepada siapa saja untuk mempertahankan kelangsungan umat di dunia. Karena itu dia meminta Presiden Joko Widodo meninjau ulang peraturan tersebut dengan mencari solusi yang tidak menimbulkan reaksi ulama.
Sebelumnya, seusai meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, Presiden Jokowi menuturkan pemberatan pidana berupa tambahan pidana sepertiga dari ancaman penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun bagi pelaku kekerasan seksual. Selain itu, ancaman hukuman seumur hidup dan hukuman mati pun masuk dalam pemberatan pidana.
Sedangkan untuk tambahan pidana alternatif yang diatur ialah pengumuman identitas pelaku, kebiri kimia, dan pemasangan alat deteksi elektronik. Presiden mengatakan penambahan pasal itu akan memberi ruang bagi hakim memutuskan hukuman seberat-beratnya.
HARI TRI WASONO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar