Jakarta, kini.co.id – Beberapa jam sebelum pihak Kejaksaan mengesekusi terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman, beredar informasi yang mencengakan dunia maya. Informasi tersebut justru berasal dari akun Facebook, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Adalah Koordinator KontraS, Harris Azhar menulis status tersebut.
"Cerita yang disusun ini adalah fakta peristiwa. Bertujuan untuk membuktikan bahwa pelaksanaan hukuman mati yang didukung dengan keterlibatan instansi-instansi negara dalam bisnis obat-obat terlarang adalah sesuatu yang benar, namun tidak pernah terusut. Negara bersalah apabila eksekusi mati kepada 14 orang malam ini dan selanjutnya tetap dilakukan, tanpa ada sistem koreksi total di dalam tubuh badan-badan keamanan di Indonesia. Silakan sebarkan!!", demikian awal tulisan pada status tersebut.
Seperty yang ditulis Harris, berdasarkan pertemuannya dengan Freddy Budiman, di Lapas Nusa Kambangan (2014), terpidana mati itu menuturkan keterlibatan oknum petugas BNN hingga Kepolisian dalam jaringan bisnis narkobanya.
"Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkoba, saya sudah memberi uang 450 miliar ke BNN. Saya sudah kasih 90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri," ujar Freddy kepada Harris sebelum dieksekusi.
"Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua, di mana si jenderal duduk di samping saya ketika saya menyetir mobil tersebut dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh barang narkoba. Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun," cerita Harris, di laman Facebook tersebut.
Harris melanjutkan, Freddy juga pernah memberitahu BNN mengenai keberadaan pabrik narkoba yang berada di Cina oleh Freddy. Namun petugas BNN tidak dapat melakukan apapun dan akhirnya kembali ke Indonesia.
Dari keuntungan penjualan, Freddy mengatakan dapat membagi-bagi puluhan miliar ke sejumlah pejabat di institusi tertentu, termasuk Mabes Polri untuk mengamankan bisnis narkobanya.
Harris mengakui ada yang tidak benar saat mengunjungi Freddy Budiman di Lapas Nusakambangan pada 2014 lalu, karena tidak ada satupun Closed Circuit Television (CCTV) di dalam penjara Freddy.
"Saya mengangap ini aneh, hingga muncul pertanyaan, kenapa pihak BNN berkeberatan adanya kamera yang mengawasi Freddy Budiman? Bukankah status Freddy Budiman sebagai penjahat kelas "kakap" justru harus diawasi secara ketat?" tanyanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar