Pergi.com, promo tiket pesawat semua maskapai!Merdeka.com - Merawat satu orang penderita gangguan mental tentu tak mudah. Apalagi jumlahnya ribuan, tentu makin merepotkan. Belum lagi jika ada orang iseng mengunggah kondisinya ke media sosial (medsos). Hujatan pelbagai kalangan pasti datang.
Kondisi ini dialami petugas di Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Kota Surabaya, Jawa Timur. Saat itu mereka tengah mendapat bantuan dari Yayasan Tulang Rusuk, Sabtu (22/10) lalu.
"Ya kita kan tidak bisa melarang, organisasi atau lembaga yang ingin melakukan bakti sosial atau memberi bantuan. Semuanya kita persilahkan," kata Kapala Dinas Sosial Kota Surabaya, Supomo, di Liponsos, Rabu (26/10).
Menurut Supomo, kejadian itu bermula ketika hujan deras mengguyur Surabaya. Menampung 1.549 orang, dengan 1.316 di antaranya orang gila membuat suasana menjadi heboh. Ini dikarenakan para penderita gangguan mental itu melemparkan-lemparkan baju di tengah guyuran hujan. Sementara, salah satu anggota yayasan memotret situasi tersebut dengan maksud melaporkan ke anggota Yayasan Tulang Rusuk lainnya kalau kegiatan mereka sukses.
Kemudian, lanjut Supomo, salah satu anggota itu mengunggang foto para orang gila telanjang hasil jepretannya itu ke grup media sosial tanpa sadar dampaknya. "Apalagi fotonya tak ada keterangan. Maksudnya baik, untuk melaporkan kegiatan bakti sosialnya di Liponsos. Kemudian foto ini disebar masing-masing anggota grup medsos, sehingga bikin heboh di dunia maya," ujarnya.
Sementara itu, Kabag Humas Pemkot Surabaya, M Fikser, memastikan bahwa anggota yayasan pemberi bantuan itu telah meminta maaf atas tindakannya. "Tapi orangnya sudah minta maaf. Tidak ada unsur kesengajaan. Jadi ini memang orang-orang gila. Yang dilakukan itu ya wajar. Di saat hujan, kayak anak kecil mainan hujan-hujanan, copot semua baju, dilempar-lemparkan gitu," tambah Fikser.
Situasi heboh tak hanya itu, kembali Supomo berceita, tak jarang petugas menghadapi situasi menjengkelkan. "Saat mereka dikasih makan, ada yang mengambil jatah makanan dibawa ke WC (toilet). Ada lagi yang ngambil (makan) lalu langsung dibuang. Tapi ini kan enggak bisa disalahkan, karena memang tidak seperti kondisi normal di luar Liponsos," terang Supomo.
Di Liponsos, lanjut dia, juga melakukan proses penyembuhan termasuk mengirim ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur, Surabaya. "Kita ada ruang isolasi. Jika kondisinya parah, kita isolasi, kita kasih obat penenang. Ada juga yang kitaa kirim ke RSJ untuk proses penyembuhan," ungkapnya.
Sementara bagi penghuni baru, petugas Liponsos Kota Surabaya terlebih dulu melakukan tes narkoba, tes psikis, tes penyakit HIV/AIDS dan lain sebagainya. "Ini deteksi dini yang kita lakukan. Di sini kan ada banyak macam orang, ada orang gila, gelandang, ada wani harapan (WTS), ada anak jalanan juga. Kalau mereka tidak kita deteksi, terus menderita penyakit parah dan menular ke yang lain kan bahaya juga."
"Kalau ada yang terdeteksi sakit, kita akan kirim ke Rumah Sakit Swandi, setelah sembuh kita rawat lagi di sini. Kita juga punya klaster-klaster, mulai klaster terendah hingga tertinggi. Kalau yang paling tinggi itu, untuk mereka yang sudah mendekati sembuh. Mereka juga kita bina dan kita kasih pelatihan," sambung Supomo.
Kepala UPTD Liponsos Suarabaya, Erni Lutfiah menambahkan, di Liponsos Kota Surabaya ini, terdapat 1.549 jiwa, terdiri 1.316 orang gila, 211 gelandangan pengemis, 12 wanita harapan (WTS), delapan anak jalanan dan dua orang waria. Jumlah ini, ternyata melebihi kapasitas Liponsos Kota Surabayaa yang hanya berdaya tampung 1.000 orang.
Angka ini terus bertambah ketika Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjabat. Sebab, Risma tak bisa melihat ada orang terlantar di jalanan. "Ini karena kepedulian Bu Risma. Beliau tidak mau sampai ada orang terlantar di jalan, meski bukan asli orang Surabaya. Kemudian dikirim ke mari (Liponsos)," terang Erni.
[ang]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar