CARI HOTEL/TIKET PESAWAT/KERETA API MURAH DAN PROMO!

Pegipegi

Senin, 02 Oktober 2017

Heboh kuda lumping dari Malaysia

Kuda lumping
Kuda lumping © lucky vectorstudio /shutterstock

Di media sosial beredar foto Sanjeda John, Miss Grand Malaysia 2017, menggunakan kostum kuda lumping. Warganet pun heboh sebab selama ini kuda lumping identik dengan budaya Jawa, bukan Malaysia.

Menanggapi hal tersebut, pihak Miss Grand International Malaysia menuliskan penjelasan mengenai kostum Miss Grand Malaysia.

Dijelaskan bahwa kostum kuda lumping yang disebut mereka sebagai kuda warisan itu terinspirasi dari masyarakat Jawa yang tinggal di kawasan Selatan wilayah Johor, Malaysia.

Pada awal abad ke 20, orang Jawa bermigrasi ke Malaysia melalui kapal dagang Belanda dan Jepang untuk mencari lahan baru membawa serta budayanya termasuk pertunjukan tari unik ini.

Pada tahun 1971, pariwisata kementerian Johor mengakui tarian Kuda Kepang untuk masyarakat Jawa yang berada di Johor sebagai tanda simbolis kesatuan dan keragaman budaya bagi masyarakat Johor.

Dengan kemiripan sejarah yang kuat, asal mula warisan budaya Jawa tersebar di negara bagian utara Johor, Perak dan Selangor di Malaysia, dan Singapura, tulis kapsi foto di akun Instagram MissGrandMalaysia.

Menilik sejarahnya di Indonesia, kuda lumping merupakan salah satu jenis tarian tradisional dari daerah Jawa yang menampilkan sekelompok prajurit bermain kuda-kudaan.

Kuda lumping terbuat dari bambu yang dianyam dan dipotong hingga menyerupai bentuk kuda, tak lupa dicat beraneka warna. Kuda lumping dikenal juga dengan nama jaran kepang atau jathilan.

Tari kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini bisa dilihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan.

Selain adegan para prajurit berkuda, kesenian ini juga biasanya menampilkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, atau tahan pecutan.

Pada tahun 2012, Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), mengakui bahwa sejarah atau asal usul kuda lumping belum tercatat secara baik sehingga falsafahnya beragam. Meski tak banyak sejarah yang tercatat, kesenian ini masih bertahan.

"Narasi tentang kuda lumping itu tidak pernah dituliskan. Ia berkembang secara oral. Dari mulut ke mulut. Narasi lisan itu mempercayai bahwa kuda lumping merupakan tarian yang menggambarkan prajurit perang yang sedang menunggang kuda," kata Yono USU, akademisi sekaligus seniman Jawa.

Yono juga menjelaskan bahwa eksistensi kuda lumping di Sumatera Utara, salah satunya tidak lepas dari migrasi orang Jawa ke Tanah Deli. Kuda lumping yang berkembang di Sumatera Utara, secara umum mengambil versi ebeg yang berkembang di Banyumas.

Menurut buku yang dikeluarkan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung tahun 2005 berjudul Kesenian Tradisional Provinsi Banten, kuda lumping berasal dari daerah Ponorogo Jawa Timur.

Diceritakan bahwa Raja Ponorogo selalu kalah dalam peperangan sehingga ia meninggalkan kerajaan sementara waktu untuk bertapa. Saat sedang bertapa, Raja mendengar suara yang mengatakan jika ia ingin menang perang, harus menyiapkan pasukan berkuda.

Kuda lumping juga menjadi bentuk penghormatan kepada Dewa. Setiap tahun, ada upacara kebaktian dengan menampilkan tarian kuda lumping.

Beberapa daerah di Indonesia punya jenis kuda lumping yang berbeda, beberapa di antaranya adalah:

  • Jaranan Thek, Ponorogo
  • Jaranan Kediri, Kediri
  • Jaranan sentherewe, Tulungagung
  • Jaranan Turonggo Yakso, Trenggalek
  • Jaranan Buto, Banyuwangi
  • Jaranan Dor, Jombang
  • Jaran Sang Hyang, Bali
  • Jathilan Dipenogoro, Yogyakarta dan Jawa Tengah
  • Jathilan Hamengkubuwono, Yogyakarta dan Jawa Tengah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Heboh Juga

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search