PRO kontra soal lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) kembali mencuat. Penyebabnya, pada Sabtu (20/1), Ketua MPR Zulkifli Hasan menyebut, ada lima partai di DPR yang mendukung LGBT saat mengisi acara di Pondok Pesantren Daar El-Qolam di Tangerang.
Dinilai sensitif dan berbau politis, sejumlah fraksi mengklarifikasi pernyataan ketua MPR. Apalagi, pernyataan ini sudah kedua kalinya disampaikan setelah sebelumnya di acara Tanwir I Aisyiyah di Surabaya, juga disampaikan.
Karena tak menyebutkan partai mana saja yang mendukung LGBT, PPP, Partai Demokrat, dan PKS langsung berkomentar bahwa mereka menolak dan melarang LGBT.
Ujung-ujungnya pernyataan Zulkifli Hasan juga dianggap sejumlah anggota dewan sebagai pencitraan dan upaya mencari panggung. Sebagaimana anggota DPR dan juga Sekjen PPP Arsul Sani yang balik menyerang Zulkifli Hasan, karena PAN, partai asal Zulkifli Hasan, malahan tidak hadir dalam rapat pembahasan yang menolak LGBT.
Bila di Senayan kebenaran dukung mendukung LGBT masih menimbulkan tanda tanya, di masyarakat cepture dari informasi ini sudah viral di media sosial dengan berbagai komentar pedas.
Bila tidak hati-hati, isu ini akan berkembang sebagaimana pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu mengenai uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berujung pada tudingan bahwa MK melegalkan LGBT. Padahal tidak ada satu pun isi putusan yang menyebutkan hal tersebut. Yang ada bahwa MK tak memiliki wewenang untuk membuat norma hukum baru.
Boro-boro makin jelas, putusan yang diterima secara bias oleh publik justru menggelinding tak tentu arah, dan justru mengaburkan esensi dari uji materi itu sendiri serta salah dimaknai sebagai MK membolehkan zina.
Komitmen awal untuk mengembalikan mereka yang termasuk LGBT ke jalan yang benar pun tak terdengar lagi. Padahal upaya merehabilitasi mereka inilah, dalam konteks peran serta masyarakat, yang bisa dilakukan secepatnya.
Sebagai mahkluk beragama, kiranya semua sepakat bahwa LGBT dan perkawinan sejenis tak sepantasnya dilegalkan di negeri ini. Sebab, hal tersebut jelas bertentangan dengan nilai budaya Indonesia, agama dan Pancasila, sebagai dasar negara. Jadi tak ada alasan pula bagi partai yang ada di DPR untuk mendukung LGBT.
Tapi, tidak ada salahnya juga masyarakat ikut mengawasi dan mengawal penyusunan legislasi, mengingat betapa kuatnya 'kampanye' LGBT yang menumpang isu HAM serta dukungan dari negara-negara barat.
Sekaligus yang tidak kalah penting, di tahun politik ini jangan sampai isu LGBT ditelan mentah-mentah oleh warga, karena sejumlah pihak berusaha menjadikannya sebagai amunisi politik. Bila tidak hati-hati, berbagai isu yang hangat dengan mudah ditumpangi dan dibumbui dengan beragam isu lain.
Ketua lembaga tinggi negara dan siapapun mereka pejabat publik, diharap juga lebih berhati-hati saat menyampaikan pernyataan, agar tidak memanaskan situasi. Dan kembali lagi ke dewan, agar transparan dalam setiap pembahasan isu-isu krusial. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar