Lumajang (beritajatim.com) - Sejak tahun 2012 pendakian ke kawasan Semeru dengan puncak ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl) mengalami peningkatan luar biasa. Itu karena Film '5 Cm' tayang di berbagai bioskop di Nusantara.
Film '5 Cm' bercerita tentang pendakian yang diambil dari kisah nyata dibintangi oleh Herjunot Ali, Raline Shah, Fedi Nuril, Pevita Pearce, Igor Saykoji dan Denny Sumargo. Film yang diproduksi Ram Soraya ini langsung menginspirasi para kawula muda untuk bisa menaklukan puncak para dewa itu, dalam mitologi Jawa.
Padahal sebelum tahun 2012, pendakian Semeru hanya dilakukan oleh para aktivis pecinta alam. Ketika itu, pihak Pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) belum memberlakukan batas kuota pendaki yang akan ke Semeru atau hanya sekadar di Ranu Kumbolo.
Sekadar catatan, '5 Cm' sebenarnya bukan film pertama yang berkisah tentang Semeru. Sebelumnya sudah ada film 'Gie'. Aktivis muda tahun 60-an itu meninggal di Semeru karena hipotermia. Tetapi film 'Gie' ternyata belum menyedot perhatian remaja untuk membuktikan langsung pesona dan tantangan Semeru.
Bagi para pendaki di Lumajang, Semeru adalah gunung yang terakhir didaki bagi para aktivis pencinta alam untuk mengambil scarft. Pendakian ke Semeru dikenal extreme, baik jalur dan cuacanya. Sehingga dibutuhkan pendidikan dan latihan survival. Pendaki yang tersesat ke Semeru biasanya luka parah atau bahkan meninggal dunia, karena terjatuh dari tebing Blank 75.
"Selain itu, aktivitas vulkanik di puncak Semeru sangat sulit diprediksi dan pernah menyebabkan peniliti Gunung terkena muntahan vulkanis," ujar Ahmad Faris Sulton salah satu pendaki yang aktif di "Candu Alam".
Lanjut dia, para pendaki harus memiliki teknik survival yang bagus. Dalam satu rombongan pendaki harus didampingi pendaki lain yang pernah ke Semeru. Sehingga, anggota Candu Alam yang belum pernah ke Semeru wajib mengenal teknik survival dan harus mematuhi aturan dari seniornya.
"Kita tidak ingin terjadi yang tidak-tidak, sekarang ini pendaki ke Semeru pokoknya memenuhi syarat tanpa punya teknik survival sudah mendaki. Miris sekali," jelas pria yang kini menjadi Guru Olah Raga di SMKN 2 Lumajang.
Pendakian ke Semeru membludak dan tidak terkendali sejak film 5cm tayang, apalagi saat liburan akhir pekan atau panjang. Gejala bagus bagi sektor wisata di Lumajang. Sekaligus gejala yang cukup mengkhawatirkan bila tidak dikelola secara benar.
Pola pendakian berubah dari untuk pendidikan dan pengetahuan, kini menjadi hanya menikmati alam. Banyak pendaki yang datang ke Semeru menghindari kaidah-kaidah konservasi. Salah satu bukti tak terbantah, lihat saja, banyak sampah di jalur dan kawasan pendakian Semeru.
"Pendakian sekarang sudah jauh dari konservasi, mereka cenderung meninggalkan sampah," terang Budi Mulyanto, Kepala Seksi Pengelolaan TNBTS Wilayah III Resor Ranu Pane.
Membludaknya pendakian ke Semeru, usai film 5cm, kemudian TNBTS melakukan pembatasan kuota pendakian sehari 500 orang. Kemudian memperketat persyarakat pendakian dengan adanya surat sehat dari dokter, kemudian perlengkapan pendakian seperti Sleeping bag serta tenda. Selain itu, petugas juga bersama mitra seperti SAVER memberikan briefing soal pendakian dan aturan-aturan selama dikawasan semeru.
"Briefing wajib, karena membludaknya pendaki, sampah yang ditinggalkan juga luar biasa," terangnya.
Untuk retribusi pendakian yang dikenakan bagi pendaki lokal Rp. 17.500 per-hari biasa dan Rp. 22.500 per hari saat liburan. Sedangkan untuk wisatwan mancanegara per hari dikenai Rp. 207.500/hari biasa dan Rp. 307.500/ hari libur. Para pendaki atau wisatawan akan berdatangan ke Semeru disaat akhir pekan atau libur panjang. Bahkan, kawasan sekitar pos pendakian Ranu Pane seperti pasar dadakan, sedangkan tanah lapangan di Ranu menjadi tempat penitipan sepeda motor.
"Di saat pendakian padat inilah, sampah menjadi masalah utama. Padahal himbauan dan briefing sering dilakukan untuk membawa kembali sampah," ujar Budi Mulyanto.
Untuk kunjungan pendakian dari keterangan petugas TNBTS, setahun pendaki yang datang sekitar 40 ribuan setahun. Di tahun 2016 sejak pendakian dibuka per 1 Mei 2016, jumlah yang ke Semeru sudah mencapai 6 ribuan. "Pastinya belum kami rekap dengan detail," jelasnya.
Dengan pendakian ditahun 20016 ini, jumlah sampah yang dibawa pendaki ke Ranu Pane sudah mencapai 7 Ton. Sementara, untuk sampah yang ditinggalkan di jalur dan kawasan pendakian masih belum dilakukan pembersihan.
"Kita juga masih akan melakukan bersih sampah, karena dimana-mana ada sampah. Jadi para pendaki saat ini sudah tidak lagi tahu soal kawasan konservasi, mereka hanya jadi penikmat," papar pria yang sebelumnya di BKSDA DKI Jakarta itu. [har/but]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar