Editor : Annisa Eka Safitri
MALANGTODAY.NET – Kabar mengejutkan datang dari Guatemala. Presiden Guatemala Jimmy Morales mengatakan bahwa pihaknya akan memindahkan kantor kedutaan besar (kedubes) negaranya ke Yerusalem.
Dilansir dari aol.com, Morales mengumumkan keputusan yang menggemparkan ini melalui akun Facebooknya pada Minggu (24/12) malam.
Keputusan ini membuat negara yang terletak di Amerika Utara tersebut, menjadi negara pertama pengikut jejak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang memindahkan kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Dalam postingan Morales, ia mengatakan bahwa pihaknya sudah menginstruksikan Kementerian Luar Negeri Guatemala untuk memindahkan kantor kedutaan besar mereka ke Yerusalem.
"Today I spoke with Israeli Prime Minister Benjamin Netanyahu. We spoke about the great relationships we have had as nations since Guatemala supported the creation of the State of Israel. One of the most relevant topics was the return of the Embassy of Guatemala to Jerusalem. I inform you that I have given instructions to the Chancellor [Foreign Minister] to initiate the process to make it possible. God bless you,"
"Hari ini saya berbicara dengan Menteri Luar Negeri Israel Benjamin Netanyahu. Kami membicarakan tentang hubungan antar negara kami, semenjak Guatemala menyuplai beberapa keperluan untuk Israel. Salah satu topik pembicaraan kami yang paling menarik adalah kembalinya kedutaan besar Guatemala ke Yerusalem. Saya dengan ini mengumumkan bahwa saya telah menginstruksikan Menteri Luar Negeri untuk melakukan proses ini secepatnya. Tuham memberkati Anda," tulisnya dalam postingan mencengangkan itu, seperti yang dilansir dari cnn.com, Senin (25/12).
Namun, keputusan itu dianggap wajar, mengingat negara tersebut menjadi salah satu dari sembilan negara yang menyatakan menolak resolusi hasil sidang darurat Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada Senin (18/12).
Seperti yang diketahui sebelumnya, keputusan Trump untuk memindahkan kedutaan besar Amerika Serikat ke Yerusalem, menuai kontroversi. Kericuhan ini akhirnya berakhir pada sidang darurat PBB pada tanggal 18 Desember 2017.
Sidang yang dihadiri oleh 193 negara anggota PBB itu, menghasilkan sebanyak 128 negara menolak keputusan AS, 35 negara memilih abstain dan sembilan sisanya mendukung keputusan Trump, termasuk Guatemala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar